Burkina Faso di nobatkan sebagai krisis yang paling terabaikan selama dua tahun berturut-turut
Burkina Faso di nobatkan sebagai negara dengan krisis pengungsian yang paling terabaikan di dunia oleh Dewan Pengungsi Norwegia (NRC) untuk tahun kedua.
Dalam laporan tahunannya, yang di rilis Senin, NRC mengatakan negara Afrika Barat tersebut mengalami rekor tertinggi 707.000 pengungsi baru pada tahun 2023, yang di dorong oleh meningkatnya kekerasan dan memburuknya krisis kemanusiaan.
Sembilan dari 10 krisis yang paling terabaikan dalam laporan ini terjadi di Afrika, dengan Kamerun, Republik Afrika Tengah. Mali, dan Niger masing-masing menempati posisi kedua hingga kelima.
NRC mengatakan dalam siaran persnya pada hari Senin bahwa kriteria krisis pengungsi yang terabaikan adalah: “kurangnya dana kemanusiaan, kurangnya perhatian media. Dan kurangnya inisiatif politik dan diplomatik internasional di bandingkan dengan jumlah orang yang membutuhkan.”
Laporan NCR mengatakan pada tahun 2023 terjadi kekurangan anggaran bantuan sebesar $32 miliar yang memecahkan rekor. Menyebabkan lebih dari separuh kebutuhan kemanusiaan di seluruh dunia tidak terpenuhi.
Abaikan sekarang ‘normal baru’
Laporan tersebut mengatakan liputan media mengenai krisis pengungsi di Burkina Faso dan keterlibatan politik internasional dalam krisis ini “dapat di abaikan” pada tahun 2023. Laporan tersebut menambahkan bahwa hanya 37% dari dana kemanusiaan yang. Di minta telah di terima oleh negara tersebut, sehingga menimbulkan kesenjangan bantuan yang signifikan.
Burkina Faso dinobatkan sebagai krisis yang paling terabaikan
“Pengabaian terhadap pengungsi telah menjadi hal yang biasa,” kata Jan Egeland. Sekretaris Jenderal NRC.
“Elite politik dan militer setempat mengabaikan penderitaan yang mereka timbulkan. Dan dunia tidak terkejut atau terpaksa bertindak oleh cerita-cerita keputusasaan dan statistik yang memecahkan rekor. Kita memerlukan solidaritas global dan fokus kembali pada tempat yang paling membutuhkan.”
Laporan tersebut menambahkan bahwa liputan media di Burkina Faso juga menurun karena “akses menjadi lebih sulit bagi jurnalis dan organisasi kemanusiaan.”
Burkina Faso saat ini berada di bawah kekuasaan militer setelah junta melancarkan kudeta pada Juli 2022. Junta tersebut, yang di pimpin oleh penjabat presiden. Kapten Ibrahim Traore, memprioritaskan keamanan karena banyaknya korban jiwa dalam serangan tersebut.
Namun pada bulan April tahun ini. Laporan Human Rights Watch (HRW) menemukan bahwa lebih dari 200 orang di bunuh oleh militer negara tersebut dalam kampanye melawan warga sipil yang di tuduh berkolaborasi dengan kelompok bersenjata, dan menuduh bahwa tindakan tersebut dapat di anggap sebagai kejahatan perang.